Berdirinya Kerajaan Kediri
Pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M).
Seperti
telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, begitu Raja Airlangga
wafat, terjadilah peperangan antara kedua bersaudara tersebut. Panjalu
dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan
(1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang
Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
Perkembangan politik kerajaan kediri
Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha.
Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu menyebabkan
selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan
tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari
Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari
Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan
Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak
bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala.
Setelah
Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa
pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut
raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.
1) Raja Jayabaya (1135 M – 1159 M)
Raja
Jayabaya menggunakan lencana kerajaan berupa lencana Narasingha.
Kemenangannya atas peperangan melawan Jenggala diperingatinya dengan
memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena
Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, Mpu Panuluh
melanjutkan dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Pada masa
pemerintahannya ini, Kediri mencapai puncak kejayaan.
2) Raja Sarweswara (1159 – 1169 M)
Pengganti
Jayabaya adalah Raja Sarweswara. Tidak banyak yang diketahui mengenai
raja ini sebab terbatasnya peninggalan yang ditemukan. Ia memakai
lencana kerajaan berupa Ganesha.
3) Raja Kameswara (1182 – 1185 M)
Selama
beberapa waktu, tidak ada berita yang jelas mengenai raja Kediri
hingga munculnya Kameswara. Pada masa pemerintahannya ini ditulis kitab
Kakawin Smaradahana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan terhadap
raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan
Alung. Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya
masuk surga dan Wretasancaya berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa
Kuno.
4) Raja Kertajaya (1185 – 1222 M)
Pada
masa pemerintahan Kertajaya, terjadi pertentangan antara para brahmana
dan Raja Kertajaya. Hal ini terjadi karena para brahmana menolak
menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana lalu
meminta perlindungan pada Ken Arok. Kesempatan ini digunakan Ken Arok
untuk memberontak terhadap Kertajaya. Pada tahun 1222 M terjadi
pertempuran hebat di Ganter dan Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya.
Kehidupan sosial masyarakat kerajaan kediri
Kehidupan
sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat
dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun
1178 M.
Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai
kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata
sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna
kuning dan hijau
Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan
rakyatnya sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami
kemajuan yang cukup pesat.
Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.
1) Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
2) Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).
3) Golongan masyarakat nonpemerintah,
yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan
dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta.
Kediri
memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua
penghasilan kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang
bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan
gedung persediaan makanan.